Sabtu, 18 Juli 2009

Rakyat Papua "Telanjang" di Atas Tanah yang Kaya
Sejumlah anggota Brimob bersiaga penuh di check point 1 Mil 28, kawasan PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Senin (20/3).
Kamis, 16 Juli 2009 | 13:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski tanah Papua dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa tetapi rakyat Papua dinilai tetap miskin dan terbelakang akibat adanya diskriminasi dan ketidakadilan yang selama ini dilakukan oleh PT Freeport yang mulai beroperasi tahun 1967 .

"Tuhan menciptakan kita di atas tanah yang luar biasa. Masyarakat hanya sebagai penonton. Kita telanjang di atas tanah yang kaya," ungkap Titus Natkime perwakilan pemilik hak ulayat tanah operasi PT Freeport saat jumpa pers di kantor Walhi Jakarta, Kamis (16/7).

Titus menegaskan, PT Freeport selama beroperasi tidak memperhatikan hak-hak rakyat Papua, sebagai contoh telah merebut hak atas tanah rakyat Papua. "Kita yang punya tanah tapi kita tetap miskin. Apakah kami harus miskin terus sampai kiamat," lontarnya.

Pemerintah, katanya, harus berjiwa besar melihat kondisi rakyat Papua yang sebenarnya jangan hanya melihat korban penembakan yang terjadi akhir-akhir ini."Pemerintah harus melihat keterbelakangan, diskriminasi, kerusakan lingkungan yang kami alami akibat PT Freeport," ungkapnya.

Menurut Titus, meski PT Freeport sudah memberikan satu persen hasil dari eksplorasi untuk rakyat Papua, namun itu tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat karena adanya aturan yang sangat ketat dalam pengucurannya. "Dana itu dikeluarkan bukan secara sukarela tapi hasil kerusuhan," katanya.

Ketua umum Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat Arkilaus Arnesius Baho mengatakan, kehancuran tatanan hukum, peradaban komunitas di Papua akibat perlakukan khusus secara berlebihan terhadap PT Freeport sehingga mengakibatkan serentetan tindakan kekerasan di Papua. "Negara dan PT Freeport harus bertanggungjawab atas kekerasan tersebut," tegasnya.

Untuk itu, lanjutnya, tidak ada cara lain untuk mengatasi masalah tersebut kecuali dengan menutup operasi PT. Freeport. "Jika tidak kekerasan akan terus terjadi di Papua," lontarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar