
"Apakah ada yang bisa saya bantu," kata Dikdik, yang kemudian dijawab oleh pria berkulit sawo matang tersebut, "Saya mau ketemu bos saya".
Kemudian, Dikdik melanjutkan pertanyaannya, "Siapa bosnya? dan di mana?" kemudian dijawab, "Ini saya mau mengantar pesanan bos saya."
Selanjutnya, karena tamu tersebut mau mengantar pesanan, kata Dikdik, yang tampak masih lemah terbaring di ruang Krisan kamar 351 lantai III RS Jakarta, tidak berani bertanya lebih lanjut.
"Beberapa menit kemudian, ada suara ledakan, dan saya telah tertimpa plafon serta serpihan debu," kata dia.
Dalam kondisi belum menyadari sepenuhnya bila itu bom, Dikdik berlari ke arah belakang dan sempat membunyikan alarm tanda bahaya.
"Menurut informasi, kini Dadang menderita luka cukup parah," kata dia.
Dia juga yakin kalau bom tersebut dirakit di dalam kamar karena setiap tamu yang masuk akan diperiksa secara seksama oleh satuan keamanan yang dia pimpin.
Dikdik juga memperkirakan, tamu yang menginap di kamar 1508 tersebut membawa bom yang siap diledakkan dari kamar turun dengan lift menuju ke arah lounge.
"Saya baru sadar kalau itu diduga tersangka bom bunuh diri setelah melihat kamera CCTV," kata Dikdik sambil mengatakan ciri-ciri fisik yang diduga pelaku adalah berkulit sawo matang, tinggi sekitar 172 sentimeter, dan umur 25-28 tahun.
Selain Dikdik, Andri yang juga bekerja di Marriott sejak tiga tahun lalu pun mengaku melihat secara langsung orang yang diduga sebagai tersangka.
Sayangnya, Andri yang dirawat di ruang Yasmin tidak bisa ditanya lebih banyak karena kondisi pendengarannya belum normal sehingga tim dokter melarang wartawan untuk melakukan wawancara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar