Sabtu, 18 Juli 2009

Kekerasan di Papua akibat Ketidakadilan PT Freeport

Kekerasan di Papua akibat Ketidakadilan PT Freeport
Beberapa aktivis dari Papua menyanyikan lagu daerahnya dalam unjuk rasa di Denpasar, Bali, Kamis (1/5). Mereka yang tergabung dalam Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua itu memprotes kinerja PT Freeport dan British Petroleum.


Kamis, 16 Juli 2009 | 12:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Insiden penembakan yang terjadi berturut-turut di Papua dinilai tidak terlepas dari rangkaian persoalan ketidakadilan yang timbul akibat beroperasinya PT Freeport Indonesia di Papua.

"PT Freeport menimbulkan kejahatan ekologi, tragedi kemanusiaan dan penjajahan ekonomi bangsa," ungkap Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry Nahdian Forqan saat jumpa pers di kantor Walhi Jakarta, Kamis (16/7) siang.

Hadir pula dalam acara ini, Arkilaus Arnesius Baho dari Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat, serta Tinus Natkime, perwakilan hak ulayat tanah operasi PT Freeport.

Berry menegaskan, kekerasan yang terjadi di Papua akibat adanya ketidakadilan dengan diberikan ruang sangat besar oleh Pemerintah kepada PT Freeport untuk mengeksploitasi kekayaan tanah Papua. "PT Freeport mengeksploitasi dan mengakses kehidupan politik, ekonomi, dan sosial rakyat Papua. Ketika sudah kebablasan, pemerintah tidak berdaya," ungkapnya.

Kekerasan, perusakan lingkungan, dan ketidakadilan sosial, paparnya, telah melekat dalam sejarah operasi PT Freeport di Papua yang mulai beroperasi sejak tahun 1967. "Jangan hanya melihat persoalan pada kelompok-kelompok tertentu di Papua yang melakukan kekerasan," ucapnya.

Untuk itu, lanjut Berry, jalan keluar untuk mengatasi segala kekerasan dan ketidakadilan yang selama ini terjadi di Papua adalah dengan menghentikan total operasi PT Freeport. "SBY jika punya komitmen terhadap rakyat Papua harus menghentikan operasi PT Freeport," lontarnya.

Pemerintah, tambahnya, juga harus membentuk komite independen yang beranggotakan pakar hukum, lingkungan, sosial untuk mengkaji ulang segala aspek, mulai dari HAM, ekologi, sosial, hingga ekonomi.

Selain itu, langkah lain, pemerintah memfasilitasi konsultasi publik yang menghadirkan rakyat Papua terutama masyarakat sekitar PT Freeport untuk mendapatkan gambaran sebenarnya yang selama ini terjadi. "Sambil langkah-langkah tersebut berjalan, lakukan penegakan hukum terhadap kerusakan lingkungan serta HAM," ujarnya.

Jika benar operasi ditutup, lanjutnya, PT Freeport harus bertanggung jawab terhadap ekologi serta seluruh pekerja. "Para pekerja bisa dialihkan untuk pemulihan ekologi dan ekonomi," kata Berry.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar