Sabtu, 18 Juli 2009

Kekerasan Sudah Terjadi di Freeport Sejak 1977

Kekerasan Sudah Terjadi di Freeport Sejak 1977
Sejumlah anggota Brimob bersiaga penuh di check point 1 Mil 28, kawasan PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Senin (20/3).
Kamis, 16 Juli 2009 | 11:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Teror penembakan di kawasan PT Freeport Indonesia Timika Papua terus berlanjut. Ternyata, tindak kekerasan ini sudah dimulai sejak tahun 1977.

"Menurut saya, kehadiran PT Freeport di Timika mengandung masalah serius, sehingga tidak mengherankan tindak kekerasan masih terus berlangsung," kata Koordinator Elsam Amiruddin Ar Rahab di Jakarta, Rabu (16/7).

Menurut Amir, dalam studi Elsam yang banyak mengkaji persoalan di tanah Papua, ada dua persoalan pokok di kawasan tambang emas dan tembaga tersebut sehingga tindak kekerasan masih berlanjut. Pertama, Kehadiran PT Freeport tidak memberikan perbaikan hidup bagi orang asli Papua yang tinggal di sekitar kawasan tersebut.

Kedua, sejak PT Freeport hadir di sana, pola interaksi antarpersonal maupun suku berubah. Hal ini disebabkan imigrasi besar-besaran orang luar Papua masuk ke daerah tersebut. "Data menunjukkan 70 persen penduduk kota Timika adalah pendatang," ungkap Amir.

Lebih jauh ia mengatakan, bagaimanapun kasus penembakan yang terjadi di kawasan PT Freeport adalah tindakan pidana. "Tugas polisilah yang menyelidikinya dan menyeret pelaku ke pengadilan," papar Amir.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, sejak 11 Juli 2009 tercatat ada tiga tindak kekerasan di kawasan itu yang menyebabkan dua orang meninggal dan lima luka parah, baik dari sipil maupun Polri.

Kasus terakhir terjadi kemarin, saat dua orang Brimob ditembak orang tak dikenal. Mereka adalah Bripka Jimmy Renhard yang ditembak di kaki dan Abraham Ngamelubun yang pantat dan pahanya ditembak. Saat ini mereka tengah dirawat intensif di R.S. Kuala Kencana Timika.

Dengan tertembaknya beberapa polisi, Amir melanjutkan, mau menunjukkan belum siapnya kepolisian baik secara metode maupun pemetaan masalah di kawasan PT Freeport. "Mereka baru 2 tahun di sana. Selama ini kan yang menjaga tentara, TNI," tuturnya.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi kepolisian untuk menunjukkan profesionalitasnya sebagai aparat penegak hukum. Bagaimana menyikapi kasus ini? Amir mengungkapkan bahwa kasus ini akan terus berlanjut selama pemerintah tidak menjalankan kewajibannya untuk campur tangan dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya di kawasan PT Freeport. "Tentu ini terkait juga dengan PT Freeport-nya," katanya.

Kemudian, penegakan hukum mesti dilakukan, siapapun pelakunya ditindak. "Apapun alasannya, entah soal ekonomi maupun sosial, hukum mesti ditegakkan," tandas Amir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar