Selasa, 05 Oktober 2010

Terorisme & Kesejahteraan Ekonomi

Begitu banyaknya orang pintar atau yang merasa pintar berkomentar bahwa langkah efektif untuk melawan terorisme adalah dengan kesejahteraan ekonomi, mereka berpikir bahwa ekonomi akan menyelesaikan segalanya...sungguh hal ini jauh dari fakta motivasi yang ada di kepala dan di dada para teroris.

Manusia... entah mereka yang radikal ataupun liberal telah menipu dirinya sendiri dengan sejumlah keyakinan yang saling bersebrangan. Keyakinan orang-orang liberal dan kapitalis yang cenderung menganggap kesejahteraan ekonomi akan menyelesaikan persoalan dunia sungguh tidak pernah berusaha melihat dari sisi manusia yang lain. Misalnya soal nafsu kekuasaan, manusia setelah berkecukupan tentunya masih cenderung untuk mencapai "sesuatu" yang lain seperti power untuk mengendalikan orang lain, itulah sebabnya konflik baik lokal maupun global tidak akan pernah berakhir sepanjang motif ekonomi tetap didorong oleh hasrat untuk mendapatkan keuntungan dan melipatgandakannya tanpa melihat dampaknya pada dunia yang lebih luas.

Sementara rasa frustasi orang-orang radikal yang terpinggirkan secara ekonomi tidak berarti lantas mereka berada dalam level kemiskinan, mereka bahkan jauh dari kelaparan karena mekanisme pendanaan yang cukup baik melalui gerakan simpatisan. Orang-orang radikal atau yang anti dengan kemapanan dunia liberal-kapitalistik tidak akan pernah habis sepanjang ketimpangan sosial tidak bisa diatasi. Oleh karena itu, sistem ekonomi liberal-kapitalistik justru menjadi bagian dari persoalan dunia yang mungkin sudah tidak dipersoalkan lagi karena manusia sudah lupa tentang bagaimana eksploitasi sumber daya dunia itu terjadi.

Dalam dunia Islam yang menjunjung tinggi keadilan, isu-isu ekonomi agaknya bisa dinomorduakan karena Islam juga mengajarkan untuk menjauhi dunia yang diibaratkan sebagai tempat sampah yang tidak seharusnya memberatkan perjalanan menuju alam berikutnya atau akhirat. Sehingga konsep perjuangan penegakkan keadilan begitu kuatnya dalam mempengaruhi hampir sebagian besar gerakan Islam di dunia. Identifikasi dengan gerakan kekerasan sebenarnya bukanlah label Islam tetapi menjadi model karena itu jalan yang "termudah" baik dalam kerangka justifikasi maupun propaganda. Sayangnya langkah-langkah ini tidak pernah diikuti oleh proses introspeksi ke dalam gerakan yang jelas-jelas menjadi inferior citranya. Tentu saja para kelompok teroris baik Islam maupun idelogi lainnya tetap membela dirinya dengan mengedepankan bahwa mereka setidaknya tidak terkontaminasi oleh lemahnya pendirian dan kecenderungan manusia moderat untuk melacurkan dirinya dengan pemikiran-pemikiran liberal-humanistik...."ah tidak apa-apa".

Misalnya begini, saya pernah diminta oleh seorang ustadz radikal untuk menggunakan kacamatanya dalam melihat dunia yang berlumuran oleh kelakuan nista umat manusia, entah bagaimana saya bisa mengerti sudut pandang itu. Meskipun saya tetap tidak bisa mengamini langkah-langkah keras berupa aksi teror, saya bisa melihat maksud dan kemurnian cita-cita perjuangannya. Demikian juga ketika saya bertemu dengan kaum sosialis demokrat yang merindukan pemerataan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia, saya juga bisa melihat melalui kacamatanya betapa rusaknya sistem yang dibangun oleh keserakahan segelintir kapitalis yang merampok harta rakyat Indonesia. Tetapi lagi-lagi saya tidak bisa menerima penghalalan cara berjuang dengan kekerasan.

Tokoh dan orang-orang yang saya pernah berkumpul bersama itu bukanlah orang miskin dan bukanlah orang bodoh yang tidak mengerti persoalan dunia. Mereka orang yang punya pendirian dan keyakinan untuk "merubah dunia", jalannya ya.... dengan kekerasan. Revolusi, teror, dan metode gerakan kekerasan dalam rangka mencapai tujuan perjuangan merupakan sinyal yang mudah dipahami oleh umat manusia. Dengan demikian metode yang sudah sangat tua ini tidak bisa dinilai sedemikian rendahnya hanya karena motif ekonomi belaka. Orang-orang miskin memang akan mudah terpikat oleh rayuan gerakan teror karena mereka merasa geram dengan dunia yang tidak adil, tetapi kegeraman atas ketidakadilan dunia bukan hanya milik orang miskin, tidak sedikit orang berpendidikan tinggi dan cukup mapan yang juga bergabung dengan gerakan teror.

Bahkan komentar orang-orang pintar moderat yang merasa tahu persoalan justru menambah kegeraman kelompok teror, meskipun para teroris tidak populer dalam skala besar, simpatisan tetap akan terus mengalir sepanjang dunia berputar secara tidak seimbang, dimana penindasan dan ketidakadilan tetap ada. Sudah menjadi sifat bawaan manusia untuk melawan ketidakseimbangan. Mekanisme sistem global yang jelas tidak seimbang dan selalu menguntungkan orang dan kelompok kaya raya di dunia tidak akan pernah sepi dari aksi teror, secanggih apapun mekanisme keamanan yang diciptakan maka secanggih itu pula gerakan teror akan berkembang, hal ini merupakan bukti bahwa para teroris bukanlah orang bodoh yang miskin. Mereka memiliki akses yang luas dan ikut berpikir tentang dunia.